ZIARAH KE MAKAM BUJU’ TOMPENG
FORUM
WIRID RUTIN DI MARKAS KWA AKAN MENGADAKAN RIYADHOH KE MAKAM/ PESAREAN
BATU AMPAR, PAMEKASAN MADURA, PADA HARI KAMIS MALAM 1 MEI 2014 MULAI
PUKUL 22.00 WIB s/d selesai. BAGI SEDULUR YANG BERKENAN IKUT, TIDAK
DIPUNGUT BIAYA DAN SILAHKAN LANGSUNG HADIR DI PESAREAN BATU AMPAR.
SEBAGAI TANDA AGAR MUDAH DIKENALI, KAMI AKAN MENGGUNAKAN IKAT KEPALA
KHUSUS. TERIMA KASIH.
Asmak Songe Rajeh (ASR) identik dengan Syekh Buju Tompeng, sang
pengijazah awal ASR yang kini sudah menghadap Ilahi dan dimakamkan di
batu Ampar Madura.
Alkisah dahulu di masa hidup Buju’Tompeng (Batsaniyah) ada seorang
yang penuh karamah dan di hormati di daerah Pamekasan. Buju’Sarabe
namanya, karena dorongan jiwa yang di provokasi syaitan, beliau merasa
risih dan kepanasan mendengar seseorang menyaingi kekeramatannya di
telatah Madura, maka timbullah maksud hati untuk menjajal ilmunya agar
di ketahui khalayak siapa yang pantas di pertuan guru di tanah
pamekasan.
Sebelum Buju’Sarabe berangkat, beliau persiapkan segala kemampuan
dhahir bathiinnya untuk menghadapi uji kesakatian ini. Setelah tirakat
mempertajam ilmu dan yakin akan kemampuannya, maka berangkatlah sang
Buju’ke daerah batu am ar untuk mengunjungi sang Buju’Tompeng lengkap
dengan membawa keris Aji dan para pengawal dari para murid jawaranya.
Ketika itu, putra Buju’ Tompeng,yang bernama Su’adi yang dikenal
dengan Abu Syamsuddin masih kanak-kanak. Beliau sedang bermain
layang-layang di pematang sawah dengan
asyiknya.Tiba-tiba
Su’adi kecil di kejutkan oleh suara orang menyapa padanya. Ternyata
Buju’Sarabe dan anak buahnya sedang kebingungan mencari rumah Bujuk
Tompeng. Bujuk Sarabe tidak sadar, anak kecil yang dia sapa itu adalah
putra Buju’ yang dia akan jajal kedigdayaannya. Karena sudah berkeliling
mencari kediaman Buju’ Tompeng, akhirnya Bujuk Sarabe bertanya kepada
anak kecil yang bermain layangan tadi.
Beliau bertanya dengan congkaknya, ”Nak, di mana rumahnya
Buju’Tompeng ? aku ingin menjajal kesaktiannya.” anak tersebut hanya
menunjuk arah dalem Buju’ Tompeng yang memang di dekatnya.
Bergembiralah Buju’ Sarabe karena telah dekat dengan orang yang di
carinya itu. Setelah sampai disana Buju’ Sarabe menemukan penghuninya
sebagai orang tua yang sederhana dan tak nampak keangkerannya. Lalu
dengan nada tinggi dia bertanya kepada orang yang memang Buju’Tompeng
itu sendiri.
”Ki sanak, mana yang namannya Buju’ Tompeng ?aku ingin bertemu.” .Buju’
Tompeng balik tanya dengan halus. ”untuk apa aki mencarinya?”.
”aku ingin mengadu kesaktian dengannya. Agar orang-orang tahu siapa yang
pantas untuk di hormati dan di tuakan oleh mereka”, jawab Buju’Sarabe.
”kisanak, ilmu itu bukan untuk di pertontonkan, apalagi untuk
menyakiti orang lain, tapi ilmu itu untuk kebajikan dan menolong orang
yang sedang kesusahan”, Buju’ Tompeng menimpali.
Buju’ Sarabe dengan ketus menyela ”pak tua, jangan banyak omong. mana
Buju’ Tompeng. aku sudah bersusah payah kesini ingin mengalahkannya
dalam adu kesaktian”. sang Buju’menjawab dengan santai.
”Maaf kisanak,dalam dua tahun ini berapa kali kisanak buang angin (ngentut)? begitu berani kisanak mau menantang Buju’ tumpeng”
Bujuk Sarabe menjawab dengansombongnya, ”hahaha… aku buang angin dua kali dalam setahun. mana dia beranimenghadapiku”.
Bujuk Tompeng menjawab dengan tenang. ”sebaiknya ki sanak kembali ke
tempat ki sanak, kalau kisanak sudah selama dua tahun tidak pernah buang
angin (ngentut). kisanak kesini lagi”.
Dengan marah Buju’ Sarabe langsung menyuruh anak buahnya mencabut senjata mereka dan menghabisi orang tua itu.
Bluaaarrrrr…..bagai suara bledek di siang bolong, semua senjata anak
buah Buju’ Sarabe sudah tinggal warangkanya saja, senjatanya hilang
entah kemana. Yang lebih ajaib, Bujuk Sarabe merogoh gagang keris
pusakanya dengan gemeter, karena dia tidak menemukan kerisnya ada di
tempatnya.
Merasa telah kalah digdaya, sebagai pendekar ksatria beliau bersimpuh
meminta maaf dan berjanji akan bertaubat dan mengamalkan ilmunya untuk
kebaikan.
Sarabe berujar, ”Tuan torhormat, boleh tahu siapa Anda ?”.
“Ya..aku yang bernama batsaniyah. orang memanggilku Buju’ Tompeng” jawab beliau.
Bertambahlah kecintaan dan kata’dhiman Buju Sarabe kepada beliau,
karena selain digdaya beliau mempunyai akhlak santun dan mulia. Sebelaum
pamit
Buju’ Sarabe memohon agar senjata pusaka mereka di kembalikan seperti
semula. Lalu Buju’menunjuk agar mereka bertanya kepada anak yang bermain layangan di sawah yang pernah mereka temui sebelumnya.
Ternyata anak itu bernama Su’adi putra Buju’Tompeng. Atas petunjuk Buju’
Tompeng, rombongan Buju’Sarabe menuju ke tempat Su’adi yang sedang
bermain layang-layang.
Sebelumnya mereka meminta ma’af dan memohon agar Su’adi berkenan
mengembalikan pusaka mereka. Anak itu tanpa menjawab menunjukkan bahwa
senjata mereka ada di atas tumpukan kotoran sapi (bahasa Maduranya
latthong).
Dari kisah inilah tersebar gelar untuk anak itu sebagai
Buju’Latthong, karena walau masih anak-anak sudah dapat mengalahkan
orang digdaya dengan melumpuhkan mereka tanpa sadar dan momentnya
berhubungan dengan kotoran sapi (Latthong).
Sebab itulah karena khawatir dikenali sebagai sosok wali beliau
menutupi dadanya dengan cara mengoleskan Latthong di sekitar dada
beliau. Banyak sekali kisah kekeramatan beliau semasa hidup. Setelah
cukup menjalani darma baktinya sebagai ulama, beliau wafat dengan
meninggalkan tiga orang putra dan dikebumikan di Batu Ampar, Madura.
Kompleks pemakaman/Pesarean Batu Ampar terletak di Desa Batu Ampar,
Kecamatan Proppo, Pamekasan. Kompleks itu merupakan pemakaman keluarga
para ulama Batu Ampar sejak ratusan tahun silam.
Selain dikenal dengan ketinggian ilmu agamanya, para Buju’ Batu Ampar
dikenal juga sebagai para petapa. Sejarah menyebutkan buju’ pertama
yang datang ke daerah itu, yakni Syekh Abd. Mannan atau dikenal dengan
Buju’ Kosambi. Dia datang dari Bangkalan. Pada waktu itu, di wilayah
Batu Ampar masih berupa perbukitan. Tanda-tanda aktivitas manusia juga
masih belum tampak.
Di tempat baru itu sang syekh menjalankan tirakat atau tapa. Di bawah
pohon kosambi, sang ulama melakukan tirakat selama 21 tahun. Begitu juga
keturunan syekh setelahnya, juga dikenal sebagai petapa. Selama
melaksanakan pertapaan, banyak kejadian dan karomah luar biasa terjadi
pada diri seseorang yang bertapa disana.